Selasa, 20 Desember 2011

PANDANGAN ETIKA TERHADAP PRAKTEK BISNIS YANG CURANG

Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan
Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata. Inilah gunanya sebuah organisasi atau perusahaan menerapkan etika bisnis yang secara tanggungjawab dilakukan oleh perusahaan untuk mengatur didalam (karyawan) atau diluar perusahaan (produk). Akibat dari tidak menerapkan etika bisnis maka banyaklah kecurangan - kecurangan yang terjadi dan dapat merugikan  pihak pelanggan atau calon pelanggan. Hal ini tidak lain untuk mendapatkan laba yang sangat besar, tetapi sebenarnya perusahaan tidak memikirkan resiko yang nantinya terjadi.

Dalam sebuah proses industri, bahan baku merupakan salah satu faktor utama di samping faktor penunjang lainnya. Begitu pun dalam skema penentuan harga. Namun, dalam industri farmasi komponen non-bahan baku malah mendominasi pembentukan harga jual. Logika itulah yang menjadi dasar kecurigaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bila ada kecurangan di perusahaan farmasi untuk menentukan harga obat.  Menurut KPPU, ada temuan tidak wajar dalam struktur pembentuk harga beberapa obat yang beredar di pasaran. Berdasarkan kajian terhadap perkara ini, ada yang yang tidak wajar dalam struktur pembentuk harga obat-obatan di Indonesia.

Ketidakwajaran tersebut, terletak pada persentase biaya distribusi dan promosi yang berkisar 50%-90% dari total biaya produksi.Persentase tersebut, sangat tidak wajar dalam sebuah draft komponen harga sebuah komoditi.  Belum lagi, lanjutnya, komponen biaya bahan baku yang harusnya mendominasi, justru hanya berkontribusi sekitar 10%-30% saja dalam pembentukan harga jual eceran. Sebut saja biaya produksi untuk jenis obat A total Rp 5.000. Ternyata biaya distribusi dan promosi untuk obat ini diasumsikan mencapai Rp 4.000. Sedang biaya bahan bakunya hanya Rp 1.000. Menurut KPPU, bahkan dalam ditemukan di lapangan ada jenis obat yang biaya bahan bakunya tidak sampai 8% dari biaya produksi.

Dalam hal ini, seluruh stakeholder dunia obat tanah air seperti perusahaan farmasi, perusahaan besar farmasi (PBF) dan dokter serta pihak apotik dimungkinkan turut terlibat dalam penentuan harga tidak wajar tersebut. Permasalahan ini ditengarai menjadi akar permasalahan masih mahalnya harga obat di pasaran. “Dengan begini, simpulan sementara KPPU ada hak konsumen yang terampas dalam mendapatkan akses harga murah terhadap obat-obatan di pasaran. Ini harus segera diklarifikasi dan memang kalau kemudian terbukti ada kesalahan harus segera dibenahi,” jelasnya.Secara terpisah, Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Jawa Timur, Jarwoto menolak tudingan itu.

Kewenangan perusahaan farmasi hanyalah memproduksi obat dan menjualnya melalui kerjasama dengan dokter dan apotik sesuai dengan harga yang telah ditentukan. Dengan penentuannya melalui Menteri Kesahatan, Jarwoto merasa persentase komponen biaya yang ada tidak perlu lagi dipertanyakan karena telah melalui otoritas tertinggi di bidang kesehatan tanah air.

Selain itu, Jarwoto juga menyayangkan sikap KPPU yang tidak  terlebih dulu melakukan pembicaraan dengan pihaknya. Menurutnya, dengan memanggil GP Farmasi Jatim, KPPU nantinya akan paham bahwa kondisi di lapangan tidak seperti yang dibayangkannya. Dikatakannya, penjualan obat di apotik dan berbagai supermarket selalu akan dilengkapi dengan daftar harga yang membuat harga penjualan seragam untuk seluruh daerah dan terkontrol dari pusat.

“Jadi tidak mungkin kita mainkan. Harusnya KPPU lebih jeli. Dalam konteks ini, jumlah pengusaha farmasi di Jatim yang mencapai 38 pemain dengan sendirinya sudah menjawab bahwa tidak ada praktik kartel di komoditi ini,” tegasnya.

Dengan menerapkan etika bisnis tidak ada kecurangan yang terjadi di perusahaan sehingga perusahaan tidak dicurigai oleh badan pengawas yang menangani hal tersebut.